News Update :

Perempatan Taman Firdaus

16 Desember 2011



SAYA masih ingat, saat itu hari Jumat tanggal 3 Oktober 2003. Hari masih pagi, pukul 07.00, ketika kami berdua -Bustomi dan saya- berdiri di tepi perempatan Taman Firdaus, Baghdad, Irak. Bustomi adalah seorang mahasiswa asal Jombang, Jawa Timur, yang sedang menempuh ilmu di sebuah universitas di Karak, Jordania. Dia menemani sekaligus menjadi penerjemah saya selama di Jordania dan Irak.

Pagi masih berkabut. Jalanan Kota Baghdad, Irak, juga masih lengang. Sepi. Baghdad masih mati. Kawasan Saha Andalus atau perempatan Taman Firdaus juga masih sepi. Yang terlihat hanyalah tentara Amerika Serikat, lengkap dengan peralatan tempurnya berdiri di samping sebuah tank, persis di depan Hotel Sheraton yang berdiri kokoh di salah satu sudut perempatan.

Di tengah perempatan dulu berdiri kokoh patung Saddam Hussein dengan tangan kanan terangkat ke atas. Patung perunggu itu sudah ditumbangkan. Peristiwa penumbangan patung Saddam itu terjadi pada hari Rabu, 9 April 2003.

Menurut berita yang beredar, patung setinggi 15 meter itu ditumbangkan pada pukul 17.30. Lewat televisi CNN, kami menyaksikan tentara AS tersenyum puas menyaksikan patung itu roboh. Rakyat Irak yang menyaksikan patung itu berkalang tanah bersorak kegirangan. Banyak di antara orang yang saat itu ada di Taman Firdaus segera berdiri di atas ”bangkai” patung yang terkapar di tanah. Itulah simbol berakhirnya kekuasaan Saddam (Bulan Sabit di Atas Baghdad, 2005).

Masa kegelapan

Rezim Saddam Hussein jatuh. Irak memasuki tahap baru. Tetapi yang kemudian terjadi jauh di luar perkiraan. Irak di bawah pasukan pendudukan pimpinan AS menjelma menjadi negeri yang menakutkan (dulu di zaman Saddam Hussein, Irak disebut sebagai republic of fear barangkali karena tangan besi pemerintahan Saddam). Tetapi, Irak di bawah pasukan pendudukan tidak hanya menakutkan, tetapi juga negeri tanpa hukum, di mana-mana terjadi tindak kriminal.

Tumbangnya Saddam seakan membuka ”keran” konflik horizontal yang sebenarnya sudah lama ”tersimpan”. Irak secara garis besar terbagi menjadi tiga wilayah, yakni wilayah selatan didominasi kaum Syiah, wilayah tengah di tangan kaum Sunni; dan wilayah utara secara etnik beragam, misalnya suku Kurdi dan suku Turkoman (kakek moyang mereka adalah pendiri Kerajaan Ottoman di Turki).

Persoalan yang muncul di setiap wilayah berbeda-beda. Persoalan utama di wilayah selatan adalah mencari kesepakatan bersama antara faksi-faksi Syiah konservatif, otoritas sipil Irak, dan pasukan pendudukan pimpinan AS. Di utara, selain konflik etnis, masih ada persoalan lain, yakni bagaimana membangun pasukan pertahanan yang baru dari puing-puing pasukan rezim lama. Selain itu, di utara juga ada upaya untuk menghalangi pembentukan pemerintahan baru yang disponsori AS.

Sementara itu di Irak tengah, persoalan yang dihadapi pasukan pendudukan AS selama hampir sembilan tahun adalah kekuatan rezim lama yang kemudian menjelma menjadi kelompok-kelompok bersenjata. Setiap kali terjadi insiden penyerangan yang dilakukan kelompok bersenjata terhadap pasukan pendudukan. Persoalan lain adalah bagaimana menciptakan sistem hukum, sistem pengadilan yang mantap, dan polisi yang efektif.

Di atas gantang

AS dengan menumbangkan Saddam Hussein, dengan alasan yang dicari-cari -Irak memiliki senjata pemusnah massal, melindungi Al Qaeda dengan Osama bin Laden-nya- yang semuanya tidak terbukti, ingin menjadikan Irak sebagai negara demokrasi. Saddam yang diktator harus disingkirkan dan negara demokrasi baru harus dibangun di Irak.

Kalau Saddam sudah tersingkir dan Irak baru yang demokratis sudah lahir, Washington berharap virus demokrasi itu akan menyebar ke wilayah Teluk dan Arab. Ibarat kata, Irak akan dijadikan seperti dian yang ditaruh di atas gantang sehingga sinarnya akan menerangi sekelilingnya.

Tidak mudah mewujudkan semua itu. Begitu banyak nyawa melayang karena ambisi itu. Sejak AS masuk Irak tahun 2003 dan meninggalkan negeri itu, tanggal 15 Desember kemarin, terhitung 4.500 tentara AS tewas dan lebih dari 100.000 orang Irak mati karena peperangan. Lebih dari satu triliun dollar AS dihabiskan untuk perang ini.

Kini perang memang sudah berakhir. Tetapi, bukan berarti persoalan sudah selesai. Irak masih terus dibayang-bayangi persoalan lama -konflik sektarian- yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan meskipun pemerintah baru berusaha mengakomodasi seluruh elemen masyarakat.

Mereka yang berpikiran positif tetap yakin bahwa suatu ketika Irak akan muncul sebagai kekuatan besar di kawasan. Harapan itu dilambangkan oleh patung baru yang berdiri di perempatan Firdaus: patung sosok seorang perempuan yang muncul dari serumpun ganggang warna hijau yang mengangkat matahari dan bulan sabit. Konon, semua itu sebagai simbol harapan, harapan akan lahirnya Irak baru.

Barangkali kini perempatan Taman Firdaus sudah tidak sekelam seperti ketika kami berdua dulu berdiri termangu.
Sumber :
Kompas Cetak
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

© Copyright Sekedar Info 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.